Disadari atau pun tidak sebenarnya sejak zaman dahulu
manusia telah menerapkan ilmu kimia dalam kehidupannya. Masyarakat pada
peradaban masa lalu telah memiliki kemampuan mengawetkan makanan dan jenazah,
mengolah logam juga meramu obat-obatan. Salah satunya adalah pada peradaban
Nabi Daud alaihi salam, Allah subhanahu wata’ala telah
menganugerahkan kemampuan kepadanya mengolah biji besi menjadi peralatan
seperti pedang, baju besi dan lain-lain.
Sejarah kimia dimulai lebih
dari 4000 tahun yang lalu di mana bangsa Mesir mengawali dengan the art of
synthetic “wet” chemistry. 1000 tahun SM, masyarakat purba telah menggunakan
teknologi yang akan menjadi dasar terbentuknya berbagai macam cabang ilmu
kimia. Ekstrasi logam dari bijihnya, membuat keramik dan kaca, fermentasi bir
dan anggur, membuat pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan
kimia dari tumbuhan untuk obat-obatan dan parfum, membuat keju, pewarna,
pakaian, membuat paduan logam seperti perunggu.
Mereka tidak berusaha untuk
memahami hakikat dan sifat materi yang mereka gunakan serta perubahannya,
sehingga pada zaman tersebut ilmu kimia belum lahir. Tetapi dengan percobaan
dan catatan hasilnya merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan.
Para ahli filsafat Yunani purba
sudah mempunyai pemikiran bahwa materi tersusun dari partikel-partikel yang
jauh lebih kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atomos). Namun konsep
tersebut hanyalah pemikiran yang tidak ditunjang oleh eksperimen, sehingga
belum pantas disebut sebagai teori kimia.
Ilmu kimia sebagai ilmu yang
melibatkan kegiatan ilmiah dilahirkan oleh para ilmuwan muslim bangsa Arab dan
Persia pada abad ke-8. Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah
diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban
modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar
ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menmberikan
gelar kehormatan kepada kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai
'Bapak Kimia Modern' (700-778), yang lebih dikenal di Eropa dengan
nama Latinnya, Geber. Ilmu yang baru itu diberi nama al-kimiya (bahasa Arab
yang berarti “perubahan materi”). Dari kata al-kimiya inilah segala bangsa di
muka bumi ini meminjam istilah: alchemi (Latin), chemistry (Inggris), chimie
(Perancis), chemie (Jerman), chimica (Italia) dan kimia (Indonesia).
Sejarah kimia dapat dianggap
dimulai dengan pembedaan kimia dengan alkimia oleh Robert Boyle (1627–1691)
melalui karyanya The Sceptical Chymist (1661). Baik alkimia maupun kimia
mempelajari sifat materi dan perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan
alkimiawan, kimiawan menerapkan metode ilmiah.
Pada tahun 1789 terjadilah dua
jenis revolusi besar di Perancis yang mempunyai dampak bagi perkembangan
sejarah dunia. Pertama, revolusi di bidang politik tatkala penjara Bastille
diserbu rakyat dan hal ini mengawali tumbuhnya demokrasi di Eropa. Kedua,
revolusi di bidang ilmu tatkala Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) menerbitkan
bukunya, Traite Elementaire de Chimie, hal ini mengawali tumbuhnya kimia
modern. Dalam bukunya Lavoisier mengembangkan hukum kekekalan massa. Penemuan
unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan
diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun
1869.
Alkimiawan menemukan banyak
proses kimia yang menuntun pada pengembangan kimia modern. Seiring berjalannya
sejarah, alkimiawan-alkimiawan terkemuka (terutama Abu Musa Jabir bin Hayyan
dan Paracelsus) mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan mistisisme dan
mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan pertama
yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan membedakan kimia
dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun demikian, kimia seperti
yang kita ketahui sekarang diciptakan oleh Antoine Lavoisier dengan hukum
kekekalan massanya pada tahun 1783. Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang
panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia
oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia
menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan
ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan
sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan
Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia
penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur,
nitrat silver, dan potasium--senyawa penting dalam kehidupan manusia
modern--merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang
dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan
teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai
teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran
sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil,
perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah
karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti,
Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu
telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau
percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium
dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang
dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern'
itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti
penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Cendekiawan-cendikiawan
Barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H) adalah orang yang pertama
yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya dalam bidang alkemi
yang kemudian oleh ilmuan Barat diambil dan dikembangkan menjadi apa yang
dikenal sekarang sebagai ilmu kimia. Jabir, di Barat dikenal Geber, adalah
orang yang pertama mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk
mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi dan mineral-mineral itu zat-zat
kimiawi serta mengklasifikasikannya.
Muhammad Ibnu
Zakaria, al-Rozi (865-925), telah melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh
ahli kimia dengan menggunakan alat-alat khusus, seperti distilasi,
kristalisasi, dan sebagainya. Buku al-Razi (Razes), diakui sebagai buku
pegangan laboratorium kimia pertama di dunia.
Sang ilmuwan
yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil
menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun
mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan,
kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.Berkat
jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia
terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam
sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun
sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam
merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn
Zakariya ar-Razi Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi
dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret
of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat.
Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan,
dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun
tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern.
Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga
menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan
ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern. Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap
dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu
kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam
bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan
Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan
Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat
Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam
mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan
prinsip-prinsip kekekalan masa --yang delapan abad berikutnya dikembangkan
kimiawan Barat bernama Lavoisier--.
Sejarah
peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang
kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia
menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga
menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan
Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia
islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran,
kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat
dll semua ada di perpustakaan Baghdad (Irak) di mana selama
masa perang salib, banyak buku-buku islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan
salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. Pada saat terjadi
serangan pasukan salibis, buku-buku di perpustakaan Baghdad dibakar dan dibuang ke
sungai Tigris. Jadi, hampir semua teknologi dan science yang ada di tangan
orangorang Barat berasal dari kebudayaan Islam.
Sumber:
http://blogbarusyafii001.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-ilmu-kimia-perspektif-islam.html
https://yusyrildwi.wordpress.com/2014/10/27/sejarah-perkembangan-peradaban-sains-islam-dan-lahirnya-ilmu-kimia/
NB: Diedit seperlunya.