Laman

Jumat, 28 Juli 2023

Cara Jitu Membuat Pantun dengan Benar

 


Resume keduabelas (13) yang ditulis Suharyadi (Peserta KBMN 29)

Moderator: Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd

Narasumber: Miftahul Hadi, S.Pd

Alhamdulillah,  segala puji dan syukur, kepada Allah Sang Maha Kaya dan Maha Perkasa. Malam Selasa lalu, peserta KBMN 29 telah memasuki tema materi ke-13. Bu Gina Dwi Septiani, Alumni Kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sebagai moderator dan Pak Miftahul Hadi sebagai narasumber dengan Tema Kaidah Pantun. Pak Miftah juga alumni KBMN angkatan 17 yang saat ini mengajar di SD Negeri Raji 1 Demak. Beliau memiliki Motto Hidup : Berkarya, berdedikasi, menginspirasi. Ya, salah satunya melalui pendidikan dan pantun. Beberapa karya Beliau yang berhubungan dengan pantun di antaranya adalah Buku solo "Menjaga Tradisi di Masa Pandemi, Kumpulan Pantun dengan Berbagai Tema" dan Buku solo "Menulis Pantun Itu Mudah, Kumpulan Pantun Siswa Kelas V SD Negeri Raji 1 Demak", Buku antologi "Senandung Desember Berpantun" (Kurator), Buku antologi "Pantunesia Karakter Bangsa" (Kurator), Buku antologi "Merdeka Berpantun Cinta Budaya Negeri" (Kurator), dan Buku antologi "Rona Ramadan, Antologi Pantun Bersuka Ria".

Pertemuan materi ke-13 dimulai dengan pembukaan yang dilakukan oleh Bu Gina selaku moderator dengan salam dan sapaan. Kemudian Bu Gina berpantun untuk mempersilahkan narasumber Kami;

Pergi ke pasar membeli delima

Pulangnya mampir ke toko zaitun

Marilah kita sambut bersama-sama

Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun

Kemudian Pak Miftah membalas pantun Bu Gina dan membuka materi dengan bismillah.

Biji selasih di pohon angsana,

Pokok Bidara berbuah kuini,

Terimakasih kepada Bu Gina,

Membuka acara malam ini.

Pak Miftah pun berpantun kembali berupa salam pembuka

Mawar sekuntum kecillah dahan,

Daun salam tumbuh di kota,

Assalamualaikum saya ucapkan,

Sebagai salam pembuka kata.

Kemudian Beliau memperkenalkan diri dengan berpantun kembali dan akhirnya Kami tau kalau Pak Miftah ingin dipanggil Mas Miftah.

Banjir kanal jembatan patah,

Jatuh ke semak di pinggir kali,

Salam kenal saya mas Miftah,

Dari Demak berjuluk kota wali.

Berbicara tentang pantun, sebagian besar pasti tertuju pada Saudara kita di pulau Sumatera yaitu suku bangsa Melayu. Namun sebenarnya pantun tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende. contoh:

Molo mandurung ho dipabu,

Molo malungun ho diahu,

Tatap siru mondang bulan.

Tampul si mardulang-dulang,

Artinya:

Jika tuan mencari paku,

Petiklah daun sidulang-dulang,

Jika tuan rindukan daku,

Pandanglah sang bulan purnama.

Di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan. Contoh:

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana dunya akhirat.

Artinya:

Rajinlah minum jamu,

Agar kuatlah urat,

Rajinlah menuntut ilmu,

Berguna bagi dunia akhirat.

Di masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan. Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

Kang endi sing durung ana.

Artinya:

Semua bergelung konde,

Manakah yang gelung Jawa,

Semua telah ada yang punya,

Mana yang belum dipunya.

Kita sebagai masyarakat Indonesia patut berbangga karena pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage. Dengan penetapan tersebut, sebagai masyarakat Indonesia, perlu ikut mengkaji, menulis dan menyebarkan pantun sehingga akan terus lestari di masyarakat. Salah satu cara untuk melestarikan pantun adalah dengan membuat buku pantun dan Mas Miftah salah satu penulis yang telah ikut berkontribusi di dalamnya.

Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Namun yang membuat khawatir adalah pantun digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti yang sering kita saksikan di acara televisi.

Pengertian Pantun

Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)

 Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)

Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020).

Selain untuk komunikasi sehari-hari, sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan, maupun berceramah/dakwah. Pantun memiliki fungsi sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Ciri -Ciri Pantun:

1.  Satu bait terdiri atas empat baris

2.  Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

3.  Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

4.  Bersajak a-b-a-b

5.  Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

6.  *Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud

Adakah jenis karya sastra lain yang mirip dengan pantun? Jawabannya tentu ada, yaitu Syair dan Gurindam.

Contoh Syair

Ke sekolah janganlah malas,

Belajar rajin di dalam kelas,

Jaga sikap janganlah culas,

Agar hati tak jadi keras.

Ada empat baris. Persajakan A-A-A-A (lihat bunyi akhirnya, memiliki bunyi yang sama "as"), baris pertama, kedua, ketiga dan keempat isinya saling berhubungan.

Contoh gurindam

Jika selalu berdoa berdzikir,

Ringan melangkah jernih berpikir.

Hanya terdiri atas dua baris. Memiliki hubungan sebab akibat. Bersajak A-A.

Contoh lain gurindam:

Jika rajin zakat sedekah,

Allah akan tambahkan berkah.

Cara mudah membuat pantun adalah pahami terlebih dahulu ciri-ciri pantun dan kuasai perbendaharaan kata.

Contoh:

1. Tahu, bahu, perahu, suhu.

2. Baik, naik, Daik, asyik.

3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.

4. Datang, petang, batang, kentang.

5. Suka, cempaka, cuka, Malaka.

Perbendaharaan kata bermanfaat agar rima bisa sama karena sejatinya pantun menonjolkan keindahan kata.

Bagi yang belum memiliki pembendaharaan kata dengan bunyi yang sama, dapat berselancar dan mencari di https://kuncitts.com/

Usahakan dalam memilih kata untuk rima jangan hanya satu huruf akhir yang sama bunyinya. Minimal dua atau tiga huruf. Dalam membuat pantun akan lebih mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.

Pertemuan ketiga belas ditutup dengan dua buah pantun oleh Mas Miftah

Biji selasih jangan dimakan,

Batang tebu akar seruntun,

Terimakasih saya ucapkan,

Bapak ibu kelas kaidah pantun.

Pergi berkelah menjaja katun,

Saudagar Arab di tengah pekan,

Segala madah telah disusun,

Salah dan khilaf mohon dimaafkan.

Alhamdulillah terima Bu Gina dan Mas Miftah. Semoga tulisan ini juga bermanfaat bagi penulisnya dan pembaca tentunya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar