Resume ke-25 yang
ditulis Suharyadi (Peserta KBMN 29)
Moderator: Bambang
Purwanto, S.Kom., Gr
Narasumber: Eko Daryono, S.Pd.
Alhamdulillah, puji dan syukur, kepada
Allah Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Masya Allah, pertemuan kelas
belajar menulis nusantara KBMN kini telah memasuki materi ke-25. Bagi kita yang
berprofesi seorang guru, setidaknya kita pernah membuat karya ilmiah, minimal
sekali seumur hidup. Ya, saat skripsi kita membuat karya ilmiah sebagai syarat
lulus strata S1 perguruan tinggi. Bagaimana jika kita ingin mengulang kesuksesan
membuat karya ilmiah? Nah, pertemuan KBMN ke-25 kali ini kita akan belajar
bagaimana menulis
buku dari karya ilmiah. Tentunya dengan bimbingan narasumber yang
mumpuni yaitu Pak Eko Daryono, S.KOM. Selain sebagai tenaga pendidik, Beliau juga seorang penulis,
editor, dan narasumber. Lahir di Karanganyar pada 20 Desember 1975. Menikahdengan
Patmini, A.Md.Kep. dan telah dikarunia tiga orang anak yaitu:Shinta Rahmasari
(Mahasiswa), Ridho Aryo Ramadhan (SMA), dan Kalila AssyabiyaArafah (MI). Beliau
dapat ditemui dalam dunia maya di Blog : maseko1275.blogspot.com. sedangkan
moderatornya adalah Pak Bambang Purwanto, S.Kom., Gr yang biasa dipanggil Mr.
Bams. Beliau seorang guru informatika SMP Taruna Bakti Bandung. Web pribadi
penamrbams.id.
Tema yang mungkin teoristis dan bikin pusing mengingat tidak ada standardisasi
konversi KTI menjadi buku. Namun demikian, dari berbagai pengalaman yang telah
disampaikan oleh para Widyaiswara, Peneliti LIPI, Pakar Menulis akhirnya
mengerucut pada standar isi buku.
Apa itu Karya Tulis Ilmiah? Perka LIPI No 2/2014 menyatakan bahwa Karya
tulis ilmiah adalah tulisan hasil litbang dan atau tinjauan, ulasan (review),
kajian, dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok
yang memenuhi kaidah ilmiah. Apa sajakah yang termasuk dalam KTI? Secara umum
KTI ada dua yaitu KTI Nonbuku dan KTI Buku.
Mengacu penjenisan tersebut ternyata tak semua KTI itu berupa buku. Secara
wujud, PTK, PTS, Tugas Akhir, skripsi, tesis, disertasi memang berwujud buku,
namun bukan buku. Lebih tepatnya laporan hasil penelitian dan sifat
publikasinya pun terbatas.
Bagaimana struktur penulisan KTI pada umumnya? Umumnya KTI tersusun atas
bab-bab dengan penomoran yang struktural sesuai dengan jenis KTI serta
institusinya. Contoh umum yang mungkin sudah banyak dilihat badan sistematika
berikut:
Apa perbedaan
laporan KTI dan KTI yang telah dikonversi menjadi buku?
Buku hasil konversi
dari KTI bisa di ISNB-kan sedangkan KTI yang langsung dibuat buku tanpa
konversi (atau mentah KTI langsung diterbitkan) umumnya QRCBN.
Cara mengkonversi KTI menjadi buku
Langkah Pertama: Memodifikasi Judul
Judul KTI umumnya mengandung unsur variabel penelitian, objek penelitian,
dan seting penelitian (baik tempat maupun waktu). Judul buku hasil konversi sama
seperti judul buku-buku lainnya, harus menarik, unik, mudah diingat, dan
mencerminkan isi buku. Kemenarikan judul buku sifatnya subjektif.
Contoh konversi
judul KTI yang diubah menjadi buku
Langkah Kedua: Memodifikasi Sistematika dan Gaya Penulisan
KTI nonbuku yang berupa laporan hasil penelitian umumnya ditulis dengan sistematika dan penomoran yang baku. Nah, pada saat laporan tersebut dikonversi menjadi buku, maka harus dimodifikasi gayanya sesuai dengan gaya penulisan buku. Tidak tampak lagi adanya sub bab-sub bab yang membuat isi buku seolah-olah terpisah-pisah.
Modifikasi BAB I
Bab I yang biasanya Pendahuluan boleh tetap dipertahankan
judulnya dengan PENDAHULUAN , boleh PEMBUKA namun lebih menarik jika diambilkan
dari intisari Bab I, misalnya fenomena yang terkait dengan inti buku. Secara
struktur, tidak diperlukan lagi sub bab - sub bab seperti latar belakang,
permasalahan, tujuan, manfaat dalam bentuk angka-angka. Fokusnya lebih
mengeksplor latar belakang.
Modifikasi
BAB II
Bab 2 dapat dibagi menjadi beberapa bab dalam buku dengan
cara mensplitnya sehingga setiap bab mengandung satu aspek pembahasan.
Modifikasi
BAB III
Bab III yang berisi metode penelitian biasanya diringkas
menjadi satu atau dua paragraph dan dimasukkan pada bab IV di bagian awal.
Sekedar contoh untuk meringkas. Apakah narasi di atas
baku? Tentu tidak. Maksudnya Bab 3 memang bisa benar-benar tidak tampak lagi
dalam buku hasil konversi KTI.
Modifikasi
BAB IV
Bagian ini sejatinya merupakan bagian inti isi buku,
sesuai dengan judul buku. Bab IV tidak lagi menggunakan judul Hasil Penelitian
dan Pembahasan, namun disesuaikan dengan konteks buku. Biasanya Judul buku
menjadi pilihan sebagai judul Bab IV, namun sekali lagi tergantung pada penulis
yang ingin mengeksplor kelebihan bukunya.
Modifikasi
BAB V
Pada laporan hasil penelitian, Bab V biasanya diberi
judul PENUTUP. Judul tersebut dapat dipertahankan. Substansi isinya sesuai
dengan fenomena yang diangkat tanpa adanya prasaran.
Modifikasi
Lampiran
Lampiran yang disertakan hanyalah instrument penelitian
atau hasil olah data. Adapun data-data yang menyangkut privacy tidak boleh
disertakan, misalnya daftar nilai siswa lengkap dengan namanya. Jika ingin
menyajikan nilai siswa sebaiknya dibuat kode-kode atau dibuat tabulasi.
Bolehkah laporan KTI apa adanya langsung dijadikan
buku?
Sah-sah saja penulis langsung menerbitkan KTI-nya menjadi
model seperti buku (tapi bukan buku). Hanya saja buku semacam ini sulit untuk
memperoleh ISBN. Saat ini penerbitan ISBN begitu selektif. Secara persepsi
pembaca yang akan menilai kelayakannya. Nilai jual KTI yang langsung dibukukan
tanpa dikonversi tentu akan berbeda dengan yang memang dikonversi jadi buku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengkonversi KTI
menjadi buku:
1. keaslian laporan hasil penelitian.
2. menghindari kompilasi yang terlalu banyak.
3. memilah dan memilih data yang dipublikasikan.
4. modifikasi bahasa buku.
5. hindari pengambilan sumber kutipan kedua atau pendapat
yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
6. wajib menuliskan semua daftar Pustaka yang dipakai
sebagai rujukan dalam buku untuk mendukung keabsahan buku.
7. memperhatikan kaidah penyusunan buku ber-ISBN (optional).
Banyak sekali pemilik naskah yang takut kehilangan naskah
asli dari karya ilmiah yang dikonversi. Realitasnya membuat buku dari karya
tulis ilmiah memang seolah melahirkan buku baru, terlebih jika buku tersebut
hendak di-ISBN kan. Pernah ada karya ilmiah dari peserta KBMN-28 yang diajukan
ISBN dengan judul Buku Belajar Teks Prosedur dengan Media Resep Masakan.
Setelah diajukan ISBN ternyata yang disuruh dieksplor justru resep masakannya
Alhamdulillah terima kasih Pak Eko Daryono dan Pak Bambang Purwanto. Semoga
tulisan ini juga bermanfaat bagi penulisnya dan pembaca tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar