Resume keduabelas (13) yang ditulis Suharyadi (Peserta
KBMN 29)
Moderator: Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd
Narasumber: Miftahul Hadi, S.Pd
Alhamdulillah, segala puji dan syukur,
kepada Allah Sang Maha Kaya dan Maha Perkasa. Malam Selasa lalu, peserta KBMN 29
telah memasuki tema materi ke-13. Bu Gina Dwi Septiani, Alumni Kelas Belajar
Menulis Gelombang 27 sebagai moderator dan Pak Miftahul Hadi sebagai narasumber
dengan Tema Kaidah Pantun. Pak Miftah
juga alumni KBMN angkatan 17 yang saat ini mengajar di SD Negeri Raji 1 Demak. Beliau
memiliki Motto Hidup : Berkarya, berdedikasi, menginspirasi. Ya, salah satunya
melalui pendidikan dan pantun. Beberapa karya Beliau yang berhubungan dengan
pantun di antaranya adalah Buku solo "Menjaga Tradisi di Masa Pandemi,
Kumpulan Pantun dengan Berbagai Tema" dan Buku solo "Menulis Pantun
Itu Mudah, Kumpulan Pantun Siswa Kelas V SD Negeri Raji 1 Demak", Buku
antologi "Senandung Desember Berpantun" (Kurator), Buku antologi
"Pantunesia Karakter Bangsa" (Kurator), Buku antologi "Merdeka
Berpantun Cinta Budaya Negeri" (Kurator), dan Buku antologi "Rona
Ramadan, Antologi Pantun Bersuka Ria".
Pertemuan materi ke-13 dimulai dengan pembukaan yang dilakukan oleh Bu Gina
selaku moderator dengan salam dan sapaan. Kemudian Bu Gina berpantun untuk mempersilahkan
narasumber Kami;
Pergi ke pasar membeli
delima
Pulangnya mampir ke
toko zaitun
Marilah kita sambut
bersama-sama
Mas Miftah narasumber
Kaidah Pantun
Kemudian Pak Miftah
membalas pantun Bu Gina dan membuka materi dengan bismillah.
Biji selasih di pohon
angsana,
Pokok Bidara berbuah
kuini,
Terimakasih kepada Bu
Gina,
Membuka acara malam
ini.
Pak Miftah pun berpantun
kembali berupa salam pembuka
Mawar sekuntum
kecillah dahan,
Daun salam tumbuh di
kota,
Assalamualaikum saya
ucapkan,
Sebagai salam pembuka
kata.
Kemudian Beliau memperkenalkan
diri dengan berpantun kembali dan akhirnya Kami tau kalau Pak Miftah ingin
dipanggil Mas Miftah.
Banjir kanal jembatan
patah,
Jatuh ke semak di pinggir
kali,
Salam kenal saya mas
Miftah,
Dari Demak berjuluk
kota wali.
Berbicara tentang pantun, sebagian besar pasti tertuju pada Saudara kita di
pulau Sumatera yaitu suku bangsa Melayu. Namun sebenarnya pantun tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende. contoh:
Molo mandurung ho
dipabu,
Molo malungun ho
diahu,
Tatap siru mondang
bulan.
Tampul si
mardulang-dulang,
Artinya:
Jika tuan mencari paku,
Petiklah daun sidulang-dulang,
Jika tuan rindukan daku,
Pandanglah sang bulan purnama.
Di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan. Contoh:
Sing getol nginam
jajamu,
Ambeh jadi kuat urat,
Sing getol naengan
elmu,
Gunana dunya akhirat.
Artinya:
Rajinlah minum jamu,
Agar kuatlah urat,
Rajinlah menuntut ilmu,
Berguna bagi dunia akhirat.
Di masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan. Contoh:
Kabeh-kabeh gelung
konde,
Kang endi kang gelung
Jawa,
Kabeh-kabeh ana kang
duwe,
Kang endi sing durung
ana.
Artinya:
Semua bergelung konde,
Manakah yang gelung Jawa,
Semua telah ada yang punya,
Mana yang belum dipunya.
Kita sebagai masyarakat Indonesia patut berbangga karena pantun telah
ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014.
Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya
tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental
comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage. Dengan
penetapan tersebut, sebagai masyarakat Indonesia, perlu ikut mengkaji, menulis
dan menyebarkan pantun sehingga akan terus lestari di masyarakat. Salah satu
cara untuk melestarikan pantun adalah dengan membuat buku pantun dan Mas Miftah
salah satu penulis yang telah ikut berkontribusi di dalamnya.
Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Namun yang membuat
khawatir adalah pantun digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti
yang sering kita saksikan di acara televisi.
Pengertian Pantun
Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018;
Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan
kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga
sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)
Pantun berasal dari akar kata “TUN”
yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat
Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut
dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)
Pantun termasuk puisi lama yang
terdiri dari empat baris atau
rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang
atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020).
Selain untuk komunikasi sehari-hari, sambutan pidato, menyatakan perasaan,
lirik lagu, perkenalan, maupun berceramah/dakwah. Pantun memiliki fungsi
sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan
kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang
makna kata sebelum berujar. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam
berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial
pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
Ciri -Ciri Pantun:
1. Satu bait terdiri atas empat baris
2. Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
3. Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku
kata
4. Bersajak a-b-a-b
5. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
6. *Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Adakah jenis karya sastra lain yang mirip dengan pantun? Jawabannya tentu
ada, yaitu Syair dan Gurindam.
Contoh Syair
Ke sekolah janganlah
malas,
Belajar rajin di dalam
kelas,
Jaga sikap janganlah
culas,
Agar hati tak jadi
keras.
Ada empat baris. Persajakan A-A-A-A (lihat bunyi akhirnya, memiliki bunyi
yang sama "as"), baris pertama, kedua, ketiga dan keempat isinya
saling berhubungan.
Contoh gurindam
Jika selalu berdoa
berdzikir,
Ringan melangkah
jernih berpikir.
Hanya terdiri atas dua baris. Memiliki hubungan sebab akibat. Bersajak A-A.
Contoh lain gurindam:
Jika rajin zakat
sedekah,
Allah akan tambahkan
berkah.
Cara mudah membuat pantun adalah pahami terlebih dahulu ciri-ciri pantun
dan kuasai perbendaharaan kata.
Contoh:
1. Tahu, bahu, perahu, suhu.
2. Baik, naik, Daik, asyik.
3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.
4. Datang, petang, batang, kentang.
5. Suka, cempaka, cuka, Malaka.
Perbendaharaan kata
bermanfaat agar rima bisa sama karena sejatinya pantun menonjolkan keindahan
kata.
Bagi yang belum memiliki pembendaharaan kata dengan bunyi yang sama, dapat
berselancar dan mencari di https://kuncitts.com/
Usahakan dalam memilih kata untuk rima jangan hanya satu huruf akhir yang
sama bunyinya. Minimal dua atau tiga huruf. Dalam membuat pantun akan lebih
mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.
Pertemuan ketiga belas ditutup dengan dua buah pantun oleh Mas Miftah
Biji selasih jangan
dimakan,
Batang tebu akar seruntun,
Terimakasih saya ucapkan,
Bapak ibu kelas kaidah
pantun.
Pergi berkelah menjaja
katun,
Saudagar Arab di
tengah pekan,
Segala madah telah
disusun,
Salah dan khilaf mohon
dimaafkan.
Alhamdulillah terima Bu Gina dan Mas Miftah. Semoga tulisan ini juga
bermanfaat bagi penulisnya dan pembaca tentunya.