Resume ke-26 yang
ditulis Suharyadi (Peserta KBMN 29)
Moderator: Widya Arema
Narasumber: Mutmainah,
M.Pd.
Alhamdulillah, kepada Allah Sang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang segala puji dan syukur. Masya Allah ternyata kelas
belajar menulis nusantara KBMN PGRI angkatan 29 telah sampai pada pertemuan
ke-26.
BAAAM! Dari jarak sepuluh kilometer , melesat keluar dari
dalam lautan seekor ikan raksasa-setidaknya bentuknya masih mirip ikan. Masih
jauh, tapi sudah terihat besar sekali, lebih besar dibanding gurita yang
mengejar kami beberapa hari lalu. Ikan ini memiliki enam tanduk, ekornya
panjang dengan sirip-sirip melengkung bagai surai. Kulitnya berwarna kuning
keemasan, memantulkan cahaya matahari. Aku mengeluh, tidakkah urusan ini bisa lebih mudah? Kami bertiga masih dalam
kondisi terikat, tidak bisa meloloskan diri, tidak bisa bergerak, ditambah lagi
ikan raksasa ini.
“BAAAM!Lima belas detik terbang di udara, ikan raksasa
itu berdebam kembali memasuki lautan, membuat ombak tinggi, bagai gelombang
tsunami puluhan meter. Hitungan detik, gelombang itu tiba, kapal kami yang
terikat jangkar, terbanting kesana-kemari. Hanya karena jaring perak mengunci
tubuh kami ke lantai kapal, kami tidak terlempar ke lautan. Tapi itu tetap
tidak bisa melindungi dari lidah ombak, yang segera membuat kami basah kuyup.
(Tere Liye dalam Komet Minor)
Apa yang dapat kita rasakan dari kutipan di atas?
Sepertinya, semua indera dan perasaan seolah terlibat. Itulah
salah satu kelebihan menulis dengan hati.
Apa dan bagaimana caranya menulis dengan hati?
WRITING BY HEART atau menulis dengan hati adalah tema
dari pertemuan ke-26 dengan narasumber asli Lebak, Banten, Bu Mutmainah atau Bunda
Emut. Beliau juga ternyata alumni KBMN asuhan Om Jay pada gelombang 24
(Januari-Maret 2022). Masya Allah Beliau yang mulai belajar dari NOL BESAR
hingga kini menghasilkan buku solo dan 20 buku antologi alias keroyokan. Bunda
Emut ditemani Widya Arema atau Mbak Momod sebagai moderator yang ternyata
adalah pembimbing dan penggemblengnya untuk berani menerima tantangan menjadi
Narsum di KBMN 29. Menjadi NarSum pertama kali bagi Bunda Emut pada pertemuan
ke-26 ini, menurutnya rasanya dag dig dug enggak karuan. Karena melakukan sesuatu
yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya, namun InsyaAllah bisa.
Apakah Writing by Heart? Sejatinya menulis adalah keterampilan
tertinggi setelah membaca dan atau berbicara. Menulis dengan hati artinya menjadikan
hati sebagai inspirasi atau pijakan saat menulis. Jadikan hati sebagai sumber
untuk mengolah ide dan inspirasi yang disampaikan melalui tulisan yang kita
buat. Otak dan pikiran hanyalah alat bantu dari proses menulis yang bersumber
dari hati tersebut.
Tulisan adalah jiwa, setiap yang berjiwa pasti bisa
menulis. Jika tulisan disertai dengan hati maka akan sampai ke hati pembacanya.
Tips
menulis dengan hati
1. Libatkan emosi.
Maksud dari emosi di sini adalah emosi yg positif. Tulis
apa saja yang kita rasakan, kita amati, atau pun kita dengarkan. Tulis semuanya
apa adanya, tanpa perlu diedit terlebih dahulu. Jika kita menulis sambil
mengedit tulisan kita maka kemungkinan tidak akan jadi atau tidak selesai
sesuai harapan. Saat menulis libatkan emosi kita. Kita beri warna dan rasa pada
tulisan yang kita buat. Di kala menuliskan tentang kesedihan gambarkan
kesedihan itu. Bagaimana rasanya sedih, tulis saja seperti kita sedang
berbicara curhat pada orang tua, suami atau istri, sahabat atau pun orang yang
kita percaya. Begitu pun saat kita sedang marah sampaikan rasa amarah itu dalam
tulisan kata-kata sehingga seolah pembaca merasakan aura kemarahan kita.
2. Libatkan panca indera.
Tiga sahabat itu meringkuk ketakutan. Di
tengah samudra biru, mereka terombang-ambing di atas kapal yang sudah lubang
sana sini. Tangan mereka terikat jaring dengan kuat, sementara mulut kelu dalam
gigil kedinginan. Dari kejauhan sesosok makhluk yang besar semakin mendekati
mereka. Makhluk itu sangat besar, tingginya melebihi pohon kelapa. Badannya
sebesar gedung tingkat delapan. Surainya mencuat tinggi berwarna keperakan disinari
matahari. Entah makhluk apa yang mereka lihat. Matanya yang merah menampakkan
amarah. Makhluk itu menghantamkan ekornya dengan kuat.
Byuuuurrrr, seketika air laut bergejolak
setinggi 30 meter. Baju mereka basah kuyup, rasa dingin bukan masalah terbesar
mereka. Tapi tatapan marah ikan itu. Ikan itu semakin mendekati mereka. Satu
ayunan sirip lagi, akan tiba dihadapan mereka. Ooh bagaimana nasib ketiga
sahabat itu selanjutnya?
Apa yang kita rasakan setelah membaca paragraf di atas? Tentu
kita juga merasakan dingin, dan ketakutan seperti ketiga sahabat itu bukan. Jadikan
tulisan kita memiliki rasa takut, senang, melalui melihat, mendengar, membau.
Libatkan panca indera.
3. Tulis sesuatu yang kita sukai.
Kita pasti pernah merasakan jatuh cinta. Bagaimana kita
menggambarkan orang yang kita sukai? Hemmm pasti mendeskripsikannya dengan “paket
lengkap”. Mulai dari wajahnya, penampilannya, sikapnya. Bahkan senyumnya pun
kita bisa melukiskannya dengan jelas. Menapa bisa seperti itu? Kuncinya adalah
karena SUKA.
Jangan menulis sesuatu yang tidak kita sukai. Ibaratnya
jika kita tidak menyukai jengkol maka tidak perlu memakannya. Pasti kita tidak
dapat menggambarkan rasa jengkol itu secara obyektif bukan?
Intinya menulis sesuatu yang kita sukai. Jangan menulis
karena terpaksa. Tulisan yang ditulis dengan terpaksa hanya akan berupa
rangkaian huruf tanpa nyawa. Hampa, bisu dan tak membekas di hati pembacanya. Menulis
adalah soal perasaan. Tidak cukup hanya pengetahuan semata, seorang penulis
harus memiliki pemahaman. Pemahaman dimulai dari memahami diri sendiri baru
memahami orang lain.
Penulis yang punya rasa akan menjadi sensitif dan mampu
menangkap banyak hal. Efek ke tulisan, tulisannya akan menjadi lebih dalam dan
dapat dimaknai oleh pembaca karena menyentuh hati pembaca. Dengan melibatkan
rasa, penulis akan merasakan pengalaman keterlibatan sesuatu yang menggelegak
dari dalam dirinya dan hal itu kemudian akan ditangkap oleh pembacanya.
Menulis adalah seni. Seni adalah keindahan. Seni adalah kreativitas. Seni juga bisa berarti jalan. Dengan seni, penulis memiliki jalan yang otentik di dalam karya-karyanya yang sulit ditiru oleh orang lain. Jadi hal ini adalah sebuah ciri khas mendalam dari penulis.
4. Jangan Mengharap Pujian.
Jika kita menulis hanya karena pujian, orientasi kita
bukan pada segi manfaat tulisan kita tetapi semata-mata karena ingin dipuji. Saat
tulisan kita sepi dari pujian maka kita akan badmood bahkan malas untuk menulis. Berbeda dengan jika menulis semata-mata karena ibadah
ingin menebarkan sesuatu yg menghibur, yg bermanfaat. Dipuji atau tanpa dipuji
kita akan terus melaju dengan tulisan kita.
5. Who dan Do.
Who artinya kenali siapa yang akan membaca tulisan kita. Jika
kita ingin tulisan kita mengena pada remaja maka posisikan diri kita sebagai
remaja. Mulai dari gaya bahasa, topik dan hal- hal yang lagi digandrungi
remaja. Jadikan diri kita juga sebagai pembaca. Do artinya pesan apa yang ingin kita sampaikan pada pembaca. Dengan
harapan pembaca akan melakukan apa yang kita tulis dan kita harapkan sesuai
tujuan tulisan kita.
6. Read dnd Read
Seorang penulis hendaknya suka membaca. Ibarat kendaraan
maka membaca adalah bahan bakar seorang penulis. Dengan membaca kita akan kaya
akan ide, bahasa dan bahsn menulis. Dikutip dari Rencanamu.id (24/09/18), hasil
dari penelitian Stephen D. Krashen dalam bukunya yang berjudul Writing:
Research, Theory, and Application, bahwa ada hubungan antara kegiatan membaca
dan menulis. Responden yang merupakan para penulis itu ternyata gemar membaca
sejak kecil dan mengaku sudah terbiasa menulis sejak masih sekolah.
Jadi, semakin banyak seseorang membaca, wawasan dan
pengatahuannya pun akan semakin luas, sehingga memiliki banyak referensi atau
ide untuk menulis. Dengan kata lain, tiap kalimat yang dituliskan akan mengalir
mudah, karena sudah mempunyai bekal informasi.
7. Jujur
Mulutmu bisa berbohong tapi tulisanmu tidak. Kata orang
apa yang tertulis tak mampu berbohong bahwa tulisan adalah isi hati penulis,
saat matamu bisa berbohong maka tulisanmu tidak, artinya tulisan kita adalah
gambaran dari kita.
8. Konsisten .
Saat lelah mendera, pikiran buntu, atau writer block menyerang istirahatlah.
Tapi setelah itu ayunkan kaki lebih tinggi. Tulisan yang dibuat dengan hati akan
sampai pada hati pula. Tulisan itu akan membius dan membekas dihati pembacanya.
Saat tulisan kita memiliki soul, maka
tulisan itu tidak akan membosankan. Melekat dalam ingatan.
Manfaat Menulis Dengan Hati:
1. Lebih menyentuh pembaca
Tulisan yang dihasilkan dari luapan emosi, akan lebih
menggugah pembaca. Sebaliknya tulisan yang datar, akan terasa membosankan. Saat
menulis, kita tidak hanya memproduksi kata-kata, namun tengah memproduksi rasa.
Maka hadirkan perasaan dan emosi positif saat kita menulis. Instal dalam diri kita
emosi positif sehingga membanjiri diri kita selama proses menulis. Emosi
positif ini akan membimbing untuk terus menerus mengeluarkan kata-kata. Coba
rasakan tulisan kita yang terbimbing oleh emosi positif, pasti sangat berbeda
dengan apabila tulisan terbimbing oleh emosi negatif.
2. Ketika kita sedang menulis sebuah novel sepenuh jiwa,
maka tulisan tersebut akan memiliki nyawa dan seolah-olah bisa dirasakan secara
nyata oleh pembaca. Kita pasti pernah membaca sebuah buku yang membuat kita
merasa masih larut dalam cerita meskipun sudah selesai membacanya? Bisa jadi
penulis buku tersebut sangat menjiwai tulisannya.
3. Lebih mudah menyusun cerita.
Tentu kita pernah merasakan Writer
Block. Tak ada ide menulis. Jangankan menulis paragraf. Membuat kalimat
saja kadang tak terangkai. Maka cobalah menulis dengan hati. Kita bisa tulis
semua yang ada di sekeliling kita, rasakan dengan indera kita. Tulis saja,
tanpa mengindahkan kaidah penulisan. Tulis saja seolah kita berbicara. Menulislah dengan berbagi rasa lewat abjad dan
menyentuh hati pembaca lewat tulisan.
Bandingkan dua tulisan berikut. Contoh menulis melibatkan hati dan tidak melibatkan hati.
1.
Hari ini hujan turun dengan lebat. Budi sang penjual koran duduk kedingian
di trotoar dengan menahan rasa lapar.
2.
Awan mendung terlihat menghitam, suara tetesan hujan semakin menderas.
Sesekali terdengar cahaya kilat dan suara petir memekakkan telinga. Si budi
kecil penjual koran, menggigil dalam beku. Matanya perih menahan tetesan hujan.
Mulutnya membiru, seakan membeku. tangan dan kakinya kelu dan lunglai menahan
lapar seharian. Tuhan berikan rezeki untuk bisa kumakan hari ini pintanya
syahdu memandang awan kelabu.
Contoh nomor 2 tentu lebih menyentuh dan mengena karena ditulis sepenuh
hati, berbeda dengan nomor 1 yang terasa datar.
Alhamdulillah terima kasih Bu Mutmainah dan Bu Widya Arema. Semoga tulisan
ini juga dengan hati sehingga bermanfaat bagi penulisnya dan pembaca tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar