Allah Tujuan Hidup Qita

Allah Tujuan Hidup Qita
Belajar dan Tawakal

Kamis, 24 Agustus 2023

MENULIS DENGAN HATI WRITING BY HEART

Resume ke-26 yang ditulis Suharyadi (Peserta KBMN 29)

Moderator: Widya Arema

Narasumber: Mutmainah, M.Pd.

Alhamdulillah,  kepada Allah Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang segala puji dan syukur. Masya Allah ternyata kelas belajar menulis nusantara KBMN PGRI angkatan 29 telah sampai pada pertemuan ke-26.

BAAAM! Dari jarak sepuluh kilometer , melesat keluar dari dalam lautan seekor ikan raksasa-setidaknya bentuknya masih mirip ikan. Masih jauh, tapi sudah terihat besar sekali, lebih besar dibanding gurita yang mengejar kami beberapa hari lalu. Ikan ini memiliki enam tanduk, ekornya panjang dengan sirip-sirip melengkung bagai surai. Kulitnya berwarna kuning keemasan, memantulkan cahaya matahari. Aku mengeluh, tidakkah urusan ini  bisa lebih mudah? Kami bertiga masih dalam kondisi terikat, tidak bisa meloloskan diri, tidak bisa bergerak, ditambah lagi ikan raksasa ini.

“BAAAM!Lima belas detik terbang di udara, ikan raksasa itu berdebam kembali memasuki lautan, membuat ombak tinggi, bagai gelombang tsunami puluhan meter. Hitungan detik, gelombang itu tiba, kapal kami yang terikat jangkar, terbanting kesana-kemari. Hanya karena jaring perak mengunci tubuh kami ke lantai kapal, kami tidak terlempar ke lautan. Tapi itu tetap tidak bisa melindungi dari lidah ombak, yang segera membuat kami basah kuyup. (Tere Liye dalam Komet Minor)

Apa yang dapat kita rasakan dari kutipan di atas?

Sepertinya, semua indera dan perasaan seolah terlibat. Itulah salah satu kelebihan menulis dengan hati. Apa dan bagaimana caranya menulis dengan hati?

WRITING BY HEART atau menulis dengan hati adalah tema dari pertemuan ke-26 dengan narasumber asli Lebak, Banten, Bu Mutmainah atau Bunda Emut. Beliau juga ternyata alumni KBMN asuhan Om Jay pada gelombang 24 (Januari-Maret 2022). Masya Allah Beliau yang mulai belajar dari NOL BESAR hingga kini menghasilkan buku solo dan 20 buku antologi alias keroyokan. Bunda Emut ditemani Widya Arema atau Mbak Momod sebagai moderator yang ternyata adalah pembimbing dan penggemblengnya untuk berani menerima tantangan menjadi Narsum di KBMN 29. Menjadi NarSum pertama kali bagi Bunda Emut pada pertemuan ke-26 ini, menurutnya rasanya dag dig dug enggak karuan. Karena melakukan sesuatu yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya, namun InsyaAllah bisa.

Apakah Writing by Heart? Sejatinya menulis adalah keterampilan tertinggi setelah membaca dan atau berbicara. Menulis dengan hati artinya menjadikan hati sebagai inspirasi atau pijakan saat menulis. Jadikan hati sebagai sumber untuk mengolah ide dan inspirasi yang disampaikan melalui tulisan yang kita buat. Otak dan pikiran hanyalah alat bantu dari proses menulis yang bersumber dari hati tersebut.

Tulisan adalah jiwa, setiap yang berjiwa pasti bisa menulis. Jika tulisan disertai dengan hati maka akan sampai ke hati pembacanya.

Tips menulis dengan hati

1.  Libatkan emosi.

Maksud dari emosi di sini adalah emosi yg positif. Tulis apa saja yang kita rasakan, kita amati, atau pun kita dengarkan. Tulis semuanya apa adanya, tanpa perlu diedit terlebih dahulu. Jika kita menulis sambil mengedit tulisan kita maka kemungkinan tidak akan jadi atau tidak selesai sesuai harapan. Saat menulis libatkan emosi kita. Kita beri warna dan rasa pada tulisan yang kita buat. Di kala menuliskan tentang kesedihan gambarkan kesedihan itu. Bagaimana rasanya sedih, tulis saja seperti kita sedang berbicara curhat pada orang tua, suami atau istri, sahabat atau pun orang yang kita percaya. Begitu pun saat kita sedang marah sampaikan rasa amarah itu dalam tulisan kata-kata sehingga seolah pembaca merasakan aura kemarahan kita.

2.  Libatkan panca indera.

Tiga sahabat itu meringkuk ketakutan. Di tengah samudra biru, mereka terombang-ambing di atas kapal yang sudah lubang sana sini. Tangan mereka terikat jaring dengan kuat, sementara mulut kelu dalam gigil kedinginan. Dari kejauhan sesosok makhluk yang besar semakin mendekati mereka. Makhluk itu sangat besar, tingginya melebihi pohon kelapa. Badannya sebesar gedung tingkat delapan. Surainya mencuat tinggi berwarna keperakan disinari matahari. Entah makhluk apa yang mereka lihat. Matanya yang merah menampakkan amarah. Makhluk itu menghantamkan ekornya dengan kuat.

Byuuuurrrr, seketika air laut bergejolak setinggi 30 meter. Baju mereka basah kuyup, rasa dingin bukan masalah terbesar mereka. Tapi tatapan marah ikan itu. Ikan itu semakin mendekati mereka. Satu ayunan sirip lagi, akan tiba dihadapan mereka. Ooh bagaimana nasib ketiga sahabat itu selanjutnya?

Apa yang kita rasakan setelah membaca paragraf di atas? Tentu kita juga merasakan dingin, dan ketakutan seperti ketiga sahabat itu bukan. Jadikan tulisan kita memiliki rasa takut, senang, melalui melihat, mendengar, membau. Libatkan panca indera.

3.  Tulis sesuatu yang kita sukai.

Kita pasti pernah merasakan jatuh cinta. Bagaimana kita menggambarkan orang yang kita sukai? Hemmm pasti mendeskripsikannya dengan “paket lengkap”. Mulai dari wajahnya, penampilannya, sikapnya. Bahkan senyumnya pun kita bisa melukiskannya dengan jelas. Menapa bisa seperti itu? Kuncinya adalah karena SUKA.

Jangan menulis sesuatu yang tidak kita sukai. Ibaratnya jika kita tidak menyukai jengkol maka tidak perlu memakannya. Pasti kita tidak dapat menggambarkan rasa jengkol itu secara obyektif bukan?

Intinya menulis sesuatu yang kita sukai. Jangan menulis karena terpaksa. Tulisan yang ditulis dengan terpaksa hanya akan berupa rangkaian huruf tanpa nyawa. Hampa, bisu dan tak membekas di hati pembacanya. Menulis adalah soal perasaan. Tidak cukup hanya pengetahuan semata, seorang penulis harus memiliki pemahaman. Pemahaman dimulai dari memahami diri sendiri baru memahami orang lain.

Penulis yang punya rasa akan menjadi sensitif dan mampu menangkap banyak hal. Efek ke tulisan, tulisannya akan menjadi lebih dalam dan dapat dimaknai oleh pembaca karena menyentuh hati pembaca. Dengan melibatkan rasa, penulis akan merasakan pengalaman keterlibatan sesuatu yang menggelegak dari dalam dirinya dan hal itu kemudian akan ditangkap oleh pembacanya.

Menulis adalah seni. Seni adalah keindahan. Seni adalah kreativitas. Seni juga bisa berarti jalan. Dengan seni, penulis memiliki jalan yang otentik di dalam karya-karyanya yang sulit ditiru oleh orang lain. Jadi hal ini adalah sebuah ciri khas mendalam dari penulis.

4.  Jangan Mengharap Pujian.

Jika kita menulis hanya karena pujian, orientasi kita bukan pada segi manfaat tulisan kita tetapi semata-mata karena ingin dipuji. Saat tulisan kita sepi dari pujian maka kita akan badmood bahkan malas untuk menulis. Berbeda  dengan jika menulis semata-mata karena ibadah ingin menebarkan sesuatu yg menghibur, yg bermanfaat. Dipuji atau tanpa dipuji kita akan terus melaju dengan tulisan kita.

5.  Who dan Do.

Who artinya kenali siapa yang akan membaca tulisan kita. Jika kita ingin tulisan kita mengena pada remaja maka posisikan diri kita sebagai remaja. Mulai dari gaya bahasa, topik dan hal- hal yang lagi digandrungi remaja. Jadikan diri kita juga sebagai pembaca. Do artinya pesan apa yang ingin kita sampaikan pada pembaca. Dengan harapan pembaca akan melakukan apa yang kita tulis dan kita harapkan sesuai tujuan tulisan kita.

6.  Read dnd Read

Seorang penulis hendaknya suka membaca. Ibarat kendaraan maka membaca adalah bahan bakar seorang penulis. Dengan membaca kita akan kaya akan ide, bahasa dan bahsn menulis. Dikutip dari Rencanamu.id (24/09/18), hasil dari penelitian Stephen D. Krashen dalam bukunya yang berjudul Writing: Research, Theory, and Application, bahwa ada hubungan antara kegiatan membaca dan menulis. Responden yang merupakan para penulis itu ternyata gemar membaca sejak kecil dan mengaku sudah terbiasa menulis sejak masih sekolah.

Jadi, semakin banyak seseorang membaca, wawasan dan pengatahuannya pun akan semakin luas, sehingga memiliki banyak referensi atau ide untuk menulis. Dengan kata lain, tiap kalimat yang dituliskan akan mengalir mudah, karena sudah mempunyai bekal informasi.

7.  Jujur

Mulutmu bisa berbohong tapi tulisanmu tidak. Kata orang apa yang tertulis tak mampu berbohong bahwa tulisan adalah isi hati penulis, saat matamu bisa berbohong maka tulisanmu tidak, artinya tulisan kita adalah gambaran dari kita.

8.  Konsisten .

Saat lelah mendera, pikiran buntu, atau writer block menyerang istirahatlah. Tapi setelah itu ayunkan kaki lebih tinggi. Tulisan yang dibuat dengan hati akan sampai pada hati pula. Tulisan itu akan membius dan membekas dihati pembacanya. Saat tulisan kita memiliki soul, maka tulisan itu tidak akan membosankan. Melekat dalam ingatan.

Manfaat Menulis Dengan Hati:

1.  Lebih menyentuh pembaca

Tulisan yang dihasilkan dari luapan emosi, akan lebih menggugah pembaca. Sebaliknya tulisan yang datar, akan terasa membosankan. Saat menulis, kita tidak hanya memproduksi kata-kata, namun tengah memproduksi rasa. Maka hadirkan perasaan dan emosi positif saat kita menulis. Instal dalam diri kita emosi positif sehingga membanjiri diri kita selama proses menulis. Emosi positif ini akan membimbing untuk terus menerus mengeluarkan kata-kata. Coba rasakan tulisan kita yang terbimbing oleh emosi positif, pasti sangat berbeda dengan apabila tulisan terbimbing oleh emosi negatif.

2.  Ketika kita sedang menulis sebuah novel sepenuh jiwa, maka tulisan tersebut akan memiliki nyawa dan seolah-olah bisa dirasakan secara nyata oleh pembaca. Kita pasti pernah membaca sebuah buku yang membuat kita merasa masih larut dalam cerita meskipun sudah selesai membacanya? Bisa jadi penulis buku tersebut sangat menjiwai tulisannya.

3.  Lebih mudah menyusun cerita.

Tentu kita pernah merasakan Writer Block. Tak ada ide menulis. Jangankan menulis paragraf. Membuat kalimat saja kadang tak terangkai. Maka cobalah menulis dengan hati. Kita bisa tulis semua yang ada di sekeliling kita, rasakan dengan indera kita. Tulis saja, tanpa mengindahkan kaidah penulisan. Tulis saja seolah kita berbicara.  Menulislah dengan berbagi rasa lewat abjad dan menyentuh hati pembaca lewat tulisan.

Bandingkan dua tulisan berikut. Contoh menulis melibatkan hati dan tidak melibatkan hati. 

1.    Hari ini hujan turun dengan lebat. Budi sang penjual koran duduk kedingian di trotoar dengan menahan rasa lapar.

2.    Awan mendung terlihat menghitam, suara tetesan hujan semakin menderas. Sesekali terdengar cahaya kilat dan suara petir memekakkan telinga. Si budi kecil penjual koran, menggigil dalam beku. Matanya perih menahan tetesan hujan. Mulutnya membiru, seakan membeku. tangan dan kakinya kelu dan lunglai menahan lapar seharian. Tuhan berikan rezeki untuk bisa kumakan hari ini pintanya syahdu memandang awan kelabu.

Contoh nomor 2 tentu lebih menyentuh dan mengena karena ditulis sepenuh hati, berbeda dengan nomor 1 yang terasa datar.

Alhamdulillah terima kasih Bu Mutmainah dan Bu Widya Arema. Semoga tulisan ini juga dengan hati sehingga bermanfaat bagi penulisnya dan pembaca tentunya.


 

Tidak ada komentar: